Boxfish, dengan mulutnya yang cemberut menawan dan polanya yang beragam dan bersemangat, telah lama memikat para ilmuwan dan penggemar. Namun bagi dua insinyur di University of Colorado Boulder, bintik-bintik, garis-garis, dan desain heksagonal yang tampak acak dari satu spesies—ikan kotak yang penuh hiasan—menghadirkan intrik yang berbeda: sebuah teka-teki matematika yang berakar pada karya Alan Turing yang telah berusia puluhan tahun, yang sering dipuji sebagai bapak komputasi modern.
Menguraikan Pola: Model Turing dan Realitas Biologis
Siamak Mirfendereski dan Ankur Gupta baru-baru ini meluncurkan model matematika baru yang mampu secara akurat menciptakan kembali pola kulit ikan boxfish yang penuh hiasan, bahkan menggabungkan ketidaksempurnaan alami yang ditemukan di alam. Model ini menjembatani kesenjangan antara model matematika dan keindahan kompleks realitas biologis, menurut Dr. Gupta. Pada akhirnya, penelitian ini dapat mengarah pada kemajuan di bidang-bidang seperti kain kamuflase yang terinspirasi dari bio dan robotika lunak – mesin yang dibuat dengan bahan fleksibel, bukan perangkat keras yang kaku.
Model ini dibangun berdasarkan kerangka teoritis yang diterbitkan Turing pada tahun 1952. Karya Turing meneliti interaksi antara difusi – proses penyebaran partikel ke wilayah yang lebih sedikit penduduknya – dan reaksi kimia yang dialami partikel-partikel tersebut. Meskipun difusi biasanya menghasilkan keseragaman (bayangkan setetes pewarna makanan menyebar melalui air), Turing berteori bahwa kombinasi difusi dan reaksi kimia dapat menyebabkan partikel secara spontan tersusun menjadi pola seperti garis, bintik, dan segi enam. Formasi ini sekarang dikenal sebagai pola Turing.
Melampaui Simulasi Ideal: Menangkap Ketidaksempurnaan Alami
Matematika yang mendasari pola Turing telah digunakan untuk menjelaskan fenomena mulai dari bintik macan tutul dan pusaran kerang hingga sidik jari manusia dan penyebaran materi melintasi galaksi. Meskipun program komputer dapat mensimulasikan proses difusi dan reaksi untuk mereplikasi beberapa pola biologis, Dr. Gupta mencatat bahwa simulasi yang ada sering kali memberikan hasil yang terlalu ideal, sehingga tidak mencerminkan variasi dan ketidaksempurnaan yang ditemukan di alam.
Kelompok Dr. Gupta menghadapi tantangan khusus: mensimulasikan tepi tajam pola ikan kotak. “Sistem difusif, menurut definisi, adalah sistem difusi,” jelasnya. “Jadi bagaimana Anda bisa mendapatkan pola yang tajam?” Wawasan seorang siswa pada tahun 2023 memberikan solusinya: memasukkan jenis pergerakan sel yang berbeda ke dalam simulasi, yang dikenal sebagai difusioforesis. Proses ini, yang juga membantu sabun mengeluarkan kotoran dari pakaian selama pencucian, memungkinkan sel-sel menggumpal dan bergerak bersama, didorong oleh gerakan partikel yang berdifusi.
Simulasi yang dihasilkan secara akurat mereplikasi ketidaksempurnaan yang diamati pada ikan boxfish sebenarnya, termasuk variasi ketebalan garis, garis putus-putus, dan formasi segi enam yang tidak rata. Meskipun ketidaksempurnaan ini dapat diperbaiki, Dr. Gupta mengakui bahwa simulasi tersebut masih merupakan versi realitas yang disederhanakan. Ia tidak memperhitungkan semua interaksi kompleks antar sel dan tidak menjelaskan secara spesifik tentang produksi pigmen dan mekanisme biologis lainnya.
Warisan Abadi Turing dan Penerapannya di Masa Depan
Terlepas dari keterbatasannya, model asli Turing—dan simulasi halus yang dihasilkannya—meletakkan dasar untuk mengendalikan pembentukan pola baik dalam aplikasi biologis maupun non-biologis. Para peneliti telah menggunakannya untuk merekayasa pola koloni bakteri, mengatur ulang garis-garis ikan zebra, mengembangkan filter air asin yang lebih efisien, dan menganalisis tren pemukiman manusia.
“Kami mempelajari cara biologi melakukannya sehingga kami dapat menirunya,” Dr. Gupta menyatakan, seraya menambahkan bahwa motivasi utamanya hanyalah rasa ingin tahu. Ia sangat ingin memahami bagaimana alam menciptakan ”pola yang tidak sempurna namun berbeda yang telah membuat para ahli biologi terpesona selama beberapa dekade.”
Penelitian ini menunjukkan bahwa desain alam yang tampaknya acak sekalipun dapat dipahami melalui kacamata matematika, menyoroti relevansi abadi karya Alan Turing dan potensinya untuk menginspirasi inovasi masa depan. Pada akhirnya, dengan mengungkap rahasia di balik pola-pola ini, para ilmuwan berharap tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang alam tetapi juga mengembangkan teknologi baru yang terinspirasi oleh kecerdikannya.
