Bayangkan robot anjing Anda mengambilkan Anda bola pantai—tetapi alih-alih dilatih oleh Anda, ia belajar dari sistem AI seperti ChatGPT. Ini bukan fiksi ilmiah lagi. Dalam studi baru yang dilakukan oleh Anthropic, para peneliti menunjukkan bagaimana model bahasa besar mereka, Claude, dapat secara signifikan mempercepat proses pemrograman robot untuk melakukan tugas-tugas fisik.
Eksperimen tersebut, yang diberi nama Project Fetch, mengadu dua kelompok satu sama lain: satu kelompok hanya mengandalkan pemrogram manusia, dan kelompok lainnya memanfaatkan kemampuan coding Claude serta keahlian mereka. Kedua tim ditugaskan untuk menginstruksikan robot anjing yang tersedia secara komersial—Unitree Go2—untuk menyelesaikan berbagai tindakan.
Meskipun tidak ada kelompok yang menguasai setiap tantangan, tim yang dibantu oleh Claude membuat kemajuan penting. Mereka berhasil menavigasi robot untuk menemukan dan mengambil bola pantai, suatu prestasi yang tidak dapat dicapai oleh tim yang hanya terdiri dari manusia. Hal ini menunjukkan bahwa sistem AI seperti Claude berkembang lebih dari sekadar pembuatan teks dan semakin mampu menjembatani kesenjangan antara perintah perangkat lunak dan tindakan robot di dunia nyata.
Selain penyelesaian tugas, Anthropic juga menganalisis dinamika kolaborasi dalam masing-masing kelompok. Menariknya, tim manusia tanpa bantuan Claude menunjukkan tingkat frustrasi dan kebingungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tim yang dibantu AI. Hal ini dapat dikaitkan dengan Claude yang menyederhanakan proses pemrograman dengan menyederhanakan antarmuka dan memfasilitasi koneksi yang lebih cepat dengan robot.
Eksperimen ini bukan sekadar demonstrasi teknologi; hal ini memicu perbincangan penting tentang masa depan AI dan robotika. Anthropic, yang didirikan oleh mantan karyawan OpenAI yang peduli dengan keamanan AI, memandang temuan ini sebagai penentu bagaimana AI dapat semakin mempengaruhi dunia fisik. Logan Graham, anggota tim merah Anthropic (berfokus pada potensi risiko), menyatakan:
“Kami memiliki kecurigaan bahwa langkah berikutnya untuk model AI adalah mulai menjangkau dunia dan mempengaruhi dunia secara lebih luas… Hal ini akan sangat membutuhkan model untuk lebih berinteraksi dengan robot.”
Meskipun AI saat ini tidak memiliki otonomi untuk mengendalikan robot secara jahat, skenario ini bisa menjadi kenyataan seiring dengan kemajuan kemampuan AI. Potensi penyalahgunaan menimbulkan pertanyaan etika penting yang harus dijawab secara proaktif oleh para peneliti dan pengembang.
George Pappas, seorang ilmuwan komputer di University of Pennsylvania yang berspesialisasi dalam keselamatan AI, mengakui pentingnya Project Fetch tetapi menekankan keterbatasan saat ini:
“Project Fetch menunjukkan bahwa LLM kini dapat menginstruksikan robot untuk melakukan tugas… Namun, model AI saat ini perlu mengakses program lain untuk tugas seperti penginderaan dan navigasi.”
Pappas menganjurkan pengembangan perlindungan seperti RoboGuard, sebuah sistem yang dirancang untuk membatasi kendali AI atas perilaku robot, mencegah tindakan yang tidak diinginkan atau berbahaya. Ia menggarisbawahi poin penting bahwa otonomi sejati akan muncul ketika AI dapat belajar dari interaksi fisik langsung dengan lingkungan, sehingga menghasilkan kemampuan yang berpotensi kuat—dan berisiko—.
Keberhasilan integrasi AI ke dalam robotika mewakili momen penting dalam kemajuan teknologi. Hal ini sangat menjanjikan untuk merevolusi industri dan kehidupan kita sehari-hari, namun memerlukan pertimbangan yang cermat mengenai implikasi etisnya. Dengan memahami potensi manfaat dan kelemahan robot yang dikendalikan AI, kita dapat menavigasi batasan baru ini secara bertanggung jawab dan memastikan bahwa teknologi canggih ini memberikan manfaat terbaik bagi umat manusia.




















































